Memalukan, anggota DPRD Kabupaten Bekasi Jiovanno Nahampun, tersangka kasus pengacaman berdalil UU Pers untuk serang balik wartawan dan media..!!
Jakarta,-Kalibernews.net.-//-Pengecut, mungkin kata tersebut lebih tepat untuk menggambarkan sikap dari seorang anggota DPRD kabupaten Bekasi dari fraksi salah satu partai “merah”, Jiovanno Nahampun. Alih-alih ingin “bersih-bersih” dan menunjukan “powernya” sebagai anggota dewan dan ketua salah satu LBH, Giovanni malah membuat blunder yang membuat kami tak habis fikir dan hanya bisa geleng-geleng kepala.
Melalui tim kuasa hukumnya, Aziz Iswanto, SH, Jiovanno melaporkan sejumlah media online yang sebelum ini membuat pemberitaan tentang status tersangka dirinya. Berbagai cara dilakukan oleh kuasa hukum dalam “membela” kliennya, termasuk pernah mengirimkan somasi kepada masing-masing media yang memberitakan. Agar terlihat prosedural, tim kuasa hukum Jiovanno menggunakan statement Dewan Pers sebagai landasan hukum agar memuluskan langkah mereka untuk membuat laporan Kepolisian, (cakep…).
Namun anehnya, Dewan Pers pun “terbawa arus” dengan membuat surat keputusan bersalah jawaban terkait keberatan Jiovanno terhadap pemberitaan dengan dasar “melanggar kode etik dan UU Pers”. Tim kuasa hukum Gio berdalih dengan dalil UU pers pasal 11 Kode Etik Jurnalistik terkait Hak Koreksi dan Hak Jawab sebagai bentuk klarifikasi dan konfirmasi, LUCUNYA, Dewan Pers yang terhormat pun seakan mengiyakan pelaporan tersebut.
Lebih aneh lagi, sebuah artikel terbit dari salah satu media online lokal yang mana salah satu poinnya mengatakan jika wartawan tidak memberikan hak jawab dan hak koreksi akan dipidana dengan pidana 2 tahun dan denda 500 juta rupiah, lalu sipenulis mengutip UU Pers pasal 18 ayat 2.
Menanggapi hal diatas, maka kami hanya akan menjawab dengan 2 kata, “NGAWUR dan MEMALUKAN”.
- Jiovanno Nahampun telah RESMI ditetapkan menjadi tersangka pada tanggal 16 Desember 2024 melalui S.Tap/312/XII/1.24/2024/Retro Bekasi pada tanggal 16 Desember 2024 atas dugaan ancaman kekerasan sebagaimana dimaksud pasal 29 jo 45B UU no.1 tahun 2024 tentang perubahan kedua UU no. 11 tahun 2008. Sehingga nenurut hemat kami, tidak perlu lagi ada klarifikasi terkait hal yang telah menjadi ketetapan resmi dengan menulis fakta tanpa praduga, opini atau unsur”katanya”.
- Kuasa Hukum Jiovanno berdalih melaporkan media online dan salah seorang oknum wartawan dengan dalil melanggar pasal 11 KEJ tentang hak jawab dan hak koreksi, sementara mereka sendiri (kuasa hukum -red) melaporkan kami JUGA tanpa hak jawab dan hak koreksi, bahkan hingga detik ini tak satupun dari kuasa hukum menghubungi redaksi media-media kami yang pernah merilis kliennya. Mereka meminta hak jawab sedangkan mereka sendiri tidak mampu memberikan hak jawab dan hak koreksi?
- Menggunakan UU Pers pasal 18 ayat 2 merupakan hal keliru dan konyol dimana (selain) salah dalam menulis pasal, juga salah dalam memaknai UU Pers no. 40 tahun 1999. Pasal 18 ayat (2) Undang-Undang (UU) Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers mengatur tentang hak wartawan untuk menolak mengungkapkan nama sumber berita yang dirahasiakannya. Hak ini disebut sebagai hak tolak. Lalu apa kaitannya menggunakan pasal ini sebagai dasar hak jawab dan hak koreksi??
Atau, jika yang dimaksud adalah pasal 18 ayat 1 sebagaimana yang ditulis oleh sipenulis dalam sebuah artikel sanggahan untuk membela (yang bayar) , maka pasal 18 ayat 1 UU Pers no. 40 tahun 1999 berbunyi :
“Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).”
Pertanyaannya, apa KORELASINYA pasal ini (dan semisalnya) digunakan untuk menyerang balik wartawan yang membuat sebuah karya jurnalistik?? (Gak nyambung bro….!!!)
Bahkan, kami pun heran entah dari mana belajarnya hingga menggunakan pasal diatas sebagai landasan untuk menyerang sebuah narasi jurnalistik??
Kami sebagai jurnalis tentunya sangat faham dengan Kode Etik Jurnalistik, sebagaimana dimaksud dalam KEJ pasal 1, dan pasal 8 dimana wartawan Indonesia bersikap independen, profesional, serta tidak membuat berita berdasarkan prasangka atau tendensial pribadi.
Lanjut, pada pasal 3 dalam Kode Etik Jurnalistik berbunyi :
“Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah.”
Pertanyaan kami kepada Kuasa Hukum Jiovanno dan Dewan Pers, apakah surat keputusan penetapan tersangka dari Kepolisian tersebut kalian katakan sebagai bentuk OPINI, PRADUGA, Prasangka atau malah sebaliknya itu merupakan FAKTA????
Jika anda katakan itu adalah Opini sehingga menjadikan itu dalil untuk menyerang balik narasi kami, maka secara tidak langsung anda-anda semua menyimpulkan kalau pihak Polres Kabupaten Bekasi tidak profesional dalam MENETAPKAN status tersangka Jiovanno?
Atau,
Jika anda katakan itu adalah sebuah FAKTA, MAKA HAK JAWAB DAN HAK KOREKSI APALAGI YANG TUAN-TUAN MAKSUD yang harus kami berikan kepada TERSANGKA JIOVANNO NAHAMPUN yang JELAS-JELAS SUDAH DITETAPKAN MENJADI TERSANGKA OLEH PIHAK POLRES MELALUI SURAT PENETAPANNYA??
Penulis narasi :
Rendy Rahmantha Yusri, A. Md., CLDSI, C. CL