Blitar_ Kalibernews.net Program revitalisasi sekolah yang berangkat dari Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 2025 sekaligus bagian dari Program Hasil Terbaik Cepat (PHTC) ini dilaksanakan melalui skema swakelola.
Di Kabupaten Blitar ada 54 SD Negeri, 12 SMP dan 23 Paud yang mendapat program yang di biayai Melalui Direktorat Jenderal Paud, Kementerian Pendidikan Dasar Dan Menengah, Program Revitalisasi Satuan Pendidikan di kabupaten Blitar sedang terlaksana, tapi dinilai kurang transparan dan ada dugaan melanggar aturan dalam pelaksanaannya.
Hasil telusur tim media ini mulai 28/10/2025 sampai 04/11/2025 di tengarai mekanisme pekerjaan revitalisasi kurang transparan dan akuntabel.seperti yang ditemukan oleh tim media ini, di SD Negeri Candirejo 01 Kecamatan ponggok, Kabupaten Blitar, dimana terpampang pagu anggaran total Rp.103.967.066,00 untuk beberapa item bangunan.Anehnya, di papan nama informasi pekerjaan tidak tercatat berapa biaya di tiap Item bangunannya.
Ketua panitia pelaksana P2SP ketika ditanya, kenapa kok di papan informasi tidak tercatat biaya anggarannya “saya tidak tahu pak, saya cuma bertugas mengawasi pekerjaan, menjaga keamanan, dan melaporkan kebutuhan materialnya kepada kepala sekolah’ soal hal lainya saya tidak tahu” ungkapnya Ketua Panitia P2SP yang juga sebagai ketua RW setempat.
Di tempat terpisah Nur Akhamiyati selaku kepala sekolah SD Negeri Candirejo 01, Kecamatan Ponggok, Kabupaten Blitar ketika di hubungi melalui pesan via WhatsApp mengatakan “maaf bapak, semua sudah kami pasang dan kami laksanakan sesuai dengan anjurannya”. jelasnya.
Sementara itu, di SD Negeri Tembalang 01, Kecamatan Wlingi, juga di dapati, hanya jumlah globalnya yang terpampang, sebesar Rp.751.255.266,00. tidak dijelaskan untuk berapa item kegunaan anggaran biaya itu.
Puji Rahayu selaku kepala sekolah ketika SD Negeri Tembalang 01 ditanya berapa besaran anggaran biaya di setiap item yang sesuai Rab perencanaan ia menjawab “tidak tahu per item berapa besaran anggaran nya, pokok total anggaran nya seperti yang dipapan informasi itu” jelasnya.
Lain juga di SD Negeri Ngadri 02, awak media malah tidak diperkenankan pihak untuk meliput, hal itu disampaikan oleh Arya yang mengaku sebagai sekertaris panitia pelaksana P2SP “Mas jangan mengambil gambar, disini tidak boleh mengambil gambar” ujarnya.
Saat ditanya siapa yang tidak memperbolehkan “dari pengawas kementrian,” jawab Arya.
Hal demikian sangat tidak sesuai dengan anjuran Dirjen Kemendikdasmen, dimana pelaksanaannya pembangunan Revitalisasi Satuan Pendidikan sekolah harus transparan dan akuntabel serta semua pihak diharapkan untuk bisa ikut serta melakukan pengawalan dan pengawasan.
Berbeda dengan di SD Negeri Ngadirenggo 02, Kecamatan Wlingi dimana semuanya Program Revitalisasi Sekolah satuan pendidikan tersebut, terpampang dengan jelas, mulai dari Pagu anggaran biaya dan per Item pelaksanaan pembangunannya di paparkan satu per satu Item di papan informasi program.
Tim media juga menemui Bapak Deni selaku Kabid SD Dindik Kabupaten Blitar, pada 28/10/2025, saat tim media menyampaikan apa yang ditemukan dilapangan Deni menyampaikan
“program revitalisasi ini prosesnya langsung dari pusat kepada kepada satuan pendidikan langsung, saya rasa semua kepala sekolah dan panitia P2SP sudah melakukan program revitalisasi sesuai dengan anjuran pelaksanaan nya’ selain itu dari kementrian juga langsung merespon ketika ada aduan dari masyarakat terkait program revitalisasi ini” seperti contoh di daerah lain yang sudah ada pengaduan” ujarnya.
Sementara di tempat terpisah pengamat dan pemerhati pendidikan Blitar ditemui awak media ini yakni, Eko S mengatakan “sesuai temuan dilapangan masih banyak dugaan kejanggalan, mulai dari kurangnya transparansi penggunaan anggaran dan minimnya penyampaian informasi yang akuntabel dari penanggung jawab juga penggunaan bahan baku material yang kualitasnya kurang baik”.
“Padahal, transparansi adalah ruh utama dari setiap program pembangunan, apalagi Anggaran APBN yang bersumber dari uang rakyat seharusnya diumumkan terbuka, mulai dari nilai kontrak, tahapan pekerjaan, hingga laporan realisasi.
Tanpa keterbukaan, program pembangunan Revitalisasi Pendidikan, rawan sarat ladang penyimpangan, asal jadi, bahkan bisa jadi sarang korupsi,” jelasnya.
Terakhir Ia berharap, Keterlibatan masyarakat sekitar sangat penting, bukan hanya sekadar formalitas. Komite sekolah, orang tua, hingga tokoh masyarakat memiliki hak dan kewajiban untuk mengawasi jalannya program pembangunan.
Dengan partisipasi publik, mutu pekerjaan bisa terjaga, kebutuhan sekolah lebih tepat sasaran, dan rasa memiliki terhadap fasilitas pendidikan makin kuat. **” DH **