Tulungagung,-Kalibernew.net.-//- – Aktivitas penambangan pasir di Sungai Brantas, Kabupaten Tulungagung, semakin merajalela meskipun sudah beberapa kali di beritakan dan di soroti oleh pegiat lingkungan hidup, akan tetapi aktivitas penambagan pasir masih tetap berlanjut seakan terkesan adanya pembiaran dari APH (Aparat Penegak Hukum) setempat, dan kuatnya becking an oknum dari instansi terkait di wilayah Kabupaten Tulungagung.

Bahkan Upaya konfirmasi kepada Kapolres Tulungagung, AKBP Muhammad Taat Resdi, hanya berujung sunyi. Tidak ada komentar, tidak ada klarifikasi. Ironis, mengingat prestasi akademik yang disandangnya sebagai lulusan terbaik di Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian.
Hal itu ditunjukkan dengan aduan ke Kapolres Tulungagung pada Sabtu 17/05/2025 direspon seperti gurauan sajaPraktik penambangan yang semakin intensif dan sporadis di beberapa titik berpotensi menyebabkan kerusakan lingkungan yang serius, termasuk risiko banjir di musim hujan.
Dari investigasi team di lokasi yang berada di wilayah Desa Rejotangan tim menemui beberapa warga sekitar, dan ada salah satu warga yang mengungkapkan kekhawatirannya terkait meningkatnya aktivitas penambangan pasir di sepanjang aliran sungai Brantas di wilayah Tulungagung.
“Aktivitas penambangan sungai Brantas ini sangat mengkhawatirkan, terlihat adanya pembiaran sistematis oleh instansi yang seharusnya bertanggung jawab atas pengelolaan lingkungan DAS Brantas,” ujar DN pada Rabu (21/05/2025).
Menurut DN pembiaran ini telah berlangsung selama kurang setahun dan jika terus dibiarkan, potensi banjir dan kerusakan lingkungan yang mengancam pemukiman warga akan semakin besar saat musim hujan tiba.”Masyarakat yang tinggal di sekitar bantaran sungai akan menjadi korban utama dari dampak buruk penambangan yang tidak terkendali ini,” tegasnya.
Selain ancaman banjir, dampak lain dari penambangan pasir di area tersebut adalah kerusakan ekosistem sungai. Banyak flora dan fauna yang kehilangan habitatnya akibat pengerukan pasir, dan ekosistem Sungai Brantas pun rusak parah.”Penambangan ini telah menyebabkan sedimentasi dan erosi pada struktur tanah sungai, mengubah alur sungai dan merusak bantaran serta tanggul,” tambahnya.
DN juga menyampaikan bahwa tanpa penahan alami yang cukup kuat, derasnya aliran air akibat sedimentasi dapat memperparah risiko banjir di wilayah pemukiman.
Di sini juga ada pengerukan tanah milik warga di tepi sungai, yang berinisial (G) dimana sudah sangat berdampak kerusakan nya, tetapi warga tidak bisa berbuat apa-apa, karena pernah di protes hingga mediasi di Desa dan Kecamatan tetapi aktivitas pengerukan masih tetap berjalan sampai sekarang” pungkasnya.
Bahkan dari temuan tim media ada isu pemilik tambang yang berada di Utara SPBU Rejotangan ‘sesumbar’, katanya “tidak akan ada yang bisa menutup tambangnya”. Ini menjadi dugaan adanya oknum kodim Tulungagung berinisial TG yang bermain mengelola tambang ilegal tersebut sehingga pihak kepolisian baik dari Polsek, Polres Tulungagung tidak berani menindak tegas pelaku penambangan.Awak media juga melakukan klarifikasi ke Kasat Reskrim Polres Tulungagung AKP Rio Pradana via WhatsApp pada Rabu (21/05/2025)
Dimana saat di konfirmasi terkait masih beraktivitas penambangan tersebut pada jam 14:09 wib. “Wait biar anak anak nge chek mas” jawabnya, selanjutnya Kasat Rio mengatakan “saya sekarang ada di Surabaya Mas, perintah Pak Dir? “nanti” dan petunjuk pak kasat Setiap tambang mohon di serlok semua”.
Lanjut beberapa saat ada yang menghubungi awak media berinisial TG via WhatsApp “Mas tak tunggu ya pean, wa kiri kanan ujung”nya tetap saya yang nemuin” ungkap TG yang notabene adalah salah satu Oknum Anggota Kodim Tulungagung.
Penambangan pasir di sepanjang Sungai Brantas baik secara mekanik maupun manual merupakan kegiatan ilegal.”
“”Dikatakan ilegal, karena melanggar Undang-undang Nomor 4 Tahun 2005 tentang pertambangan mineral dan batu bara serta Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur No 1 tahun 2005 tentang pengendalian usaha pertambangan bahan galian golongan c di wilayah sungai Jawa Timur,”. Semua yang dilakukan para penambang pasir itu ilegal dan melanggar hukum.
Lanjut DN menyampaikan “Mereka mengambil pasir hampir disemua titik bantaran Sungai Brantas, di wilayah Tulungagung “Jumlahnya sudah tidak terhitung lagi,” ujarnya. Sementara itu Pemkab Tulungagung juga tidak memiliki kewenangan baik dalam hal pengawasan maupun peringatan karena menjadi ranah Dinas ESDM Provinsi Jatim.
Namun, apabila harus dilakukan tindakan pidana, hanya bisa dilakukan oleh pihak berwajib atau Kepolisian. “Padahal kita tahu kegiatan penambangan di Tulungagung telah memberi dampak buruk bagi ekosistem serta bangunan infratsruktur seperti jalan Desa dan rusaknya lingkungan sekitar”. pungkasnya.
Masyarakat Rejotangan berharap adanya tindakan tegas dari pemerintah dan instansi terkait terutama pihak kepolisian untuk menghentikan praktik penambangan yang merusak lingkungan sebelum dampak buruknya semakin meluas, pihak APH harus bertindak tegas bukan malah bekerja sama mengelola tambang ilegal.(TiM)